28.9.10

Umar bin Khaththab sang Pemimpin

Pada suatu hari, seorang yahudi dari Mesir datang
ke Medinah
untuk menemui khalifah. Ia belum tahu, yang
mana Umar bin Khaththab, kepala pemerintahan
negeri Islam yang wilayah
kekuasaannya makin meluas itu. Kepada seorang
yang ditemuinya di
perjalanan, ia bertanya, "Di manakah
istana raja negeri ini?"
Orang itu menjawab, "Lepas lohor nanti ia akan
berada di tempat
istirahatnya, di depan masjid, dekat pohon kurma."
Yahudi itu
membayangkan, alangkah indahnya istana
khalifah, dihiasi kebun
kurma yang rindang, tempat berteduh merintang
rintang waktu.
Maka tatkala tiba di muka mesjid, ia kebingungan.
Sebab di sana tidak
ada sesosokpun bangunan megah yang mirip
istana. Memang ada
pohon kurma, namun cuma sebatang. Dan di
bawahnya, tampak
seorang lelaki bertubuh tinggi besar dengan jubah
yang telah luntur
warnanya tengah tidur tidur ayam. Yahudi itu
mendatanginya dan
bertanya, "Maaf, saya mau berjumpa dengan Umar
bin Khaththab."
Sambil bangkit Umar menjawab, "Akulah Umar bin
Khaththab."
Yahudi itu terbengong-bengong. "Maksud saya
Umar yang khalifah,
pemimpin negeri ini."
Umar menjelaskan, "Akulah khalifah, pemimpin
negeri ini."
Yahudi itu makin terlongong. Mulutnya terkatup
rapat, tidak bisa
bicara. Ia membandingkannya dengan para rahib
Yahudi yang
hidupnya serba gemerlapan, dan para raja Israel
yang istananya
gebyar - gebyar. Sungguh tidak masuk akal, ada
seorang peminpin
dari negeri yang begitu besar, tempat istirahatnya
hanya di atas
selembar tikar, di bawah pohon kurma, di tengah
langit yang terbuka.
" Di mana istana Tuan ?" tanya sang Yahudi.
Umar menuding, "Di sudut jalan itu, bangunan
nomor tiga dari yang
terakhir, kalau yang kau maksud adalah
kediamanku."
"Maksud Tuan yang kecil dan kusam itu?" si
Yahudi tambah
keheranan. "Ya namun itu bukan istanaku. Sebab
istanaku berada
dalam hati, yang tentram dengan ibadah kepada
Tuhan," sambut
Umar sembari tersenyum. Yahudi itupun kini
runduk. Kedatangannya
yang berniat melampiaskan kemarahan dan
tuntutan-tuntutannya,
berubah menjadi kepasrahan dengan segenap jiwa
raga. Sambil
matanya berkaca-kaca ia berkata, "Tuan
saksikanlah, sejak hari ini
saya mulai meyakini kebenaran agama Tuan.
Izinkanlah saya menjadi
pemeluk Islam sampai mati.

*************
Pernah pada suatu hari, sewaktu Umar sedang
duduk-duduk
bersama para
sahabat dan masyarakat lainnya di beranda
masjid, seorang lelaki
yang pakaiannya berdebu mendatangi Umar dan
bertanya, "Apakah
engkau yang bernama Umar, pemimpin orang-
orang beriman?"
Umar bin Khaththab mengangguk,"Betul."
"Terkutuklah engkau, Umar, " umpat orang itu
sambil berlalu.
Sejumlah sahabat tersinggung dan bangun cepat-
cepat untuk
memburu musafir itu. Tetapi Umar sendiri
mencegah karena ia sendiri
yang akan mengejarnya. Semua orang gemetar.
Mereka tahu, Umar
penaik darah. Apa akan jadinya orang itu bila
ditangani Umar dengan
marah? Celakalah dia. Namun yang terjadi
sangatmengejutkan
mereka. Dengan sopan Umar
menghentikan orang asing tadi, Lalu bertanya
penuh kesabaran, "
Tuan takkan mengutuk saya bila tak ada
sebabnya . Bolehkah saya
tahu latar belakangnya?"
"Engkau terkutuk lantaran membiarkan para
pegawaimu di Mesir
berbuat sewenang-wenang."
Umar terperangah. Ia adalah pemimpin. Bukan
hanya bagi
masyarakat, namun juga atas para pegawainya
dan anak buahnya.
Jika mereka bertindak salah, dia harus ikut
menerima getahnya. Umar
menunduk sedih. Lantas ia mengirimkan
peringatan keras ke Mesir.
"Kalian adalah pemimpin yang tidak hanya
mempunyai hak, tetapi
dibebani kewajiban dan tanggung jawab. Barang
siapa diantara kalian
menyelewengkan wewenangnya, segera mundur
atau kujatuhi
tindakan tegas. Sebab pemimpin tidak cukup asal
bisa berkata baik,
tetapi yang lebih penting ia harus bisa berbuat
baik."

sumber : arroisi,Abdurrahman, 30 Kisah teladan

Unknown

Lorem ipsum dolor sit amet, consectetur adipisicing elit, sed do eiusmod tempor incididunt ut labore et dolore magna aliqua. Ut enim ad minim veniam, quis nostrud exercitation.

0 komentar:

Posting Komentar

 

Copyright @ 2013 Hidarikiki no Novay.